Enam langkah penanganan stroke
diambil dari intervensi pada perjalanan alamiah dan klinik penyakit
stroke. Langkah-langkah penanganan stroke meliputi: (1) pencegahan, (2)
pengenalan dini, (3) reperfusi, (4) neuroproteksi, (5) rehabilitasi,
dan (6) pencegahan sekunder.

1. Pencegahan stroke
Pada
prinsipnya stroke dapat dicegah. Pemahaman akan faktor risiko stroke,
dan pengendalian akan faktor risiko stroke mutlak diperlukan. Faktor
risiko stroke yang utama adalah hipertensi, diabetes, merokok, dan
dislipidemia. Pengurangan konsumsi garam dan olahraga terbukti
menurunkan stroke (SAFE, 2008). Penelitian Wang, dkk (2007)
menunjukkan bahwa kampanye mewaspadai hipertensi, berhenti merokok, dan
menurunkan berat badan pada masyarakat terbukti berhasil menurunkan
angka kejadian stroke sampai dengan 11,4%.
Penelitian menunjukkan
bahwa sebagai faktor risiko stroke yang utama, hipertensi seringkali
tidak disadari. Hal inilah yang menyebabkan hipertensi dijuluki sebagai
si pembunuh diam-diam (the silent killers). Pasien datang berobat ketika
kerusakan target organ telah sedemikian parahnya. Edukasi kepada pasien
dan masyarakat luas tentang bahaya hipertensi mutlak diperlukan.
2. Pengenalan gejala dini
Stroke
adalah kedaruratan medik. Semakin cepat pasien ditangani secara
adekuat, semakin besar Permasalahan yang muncul adalah pasien stroke
seringkali tidak segera datang ke RS. Banyak penelitian menunjukkan
keterlambatan pasien stroke meminta pertolongan medis yang adekuat.
Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa hanya 20,2 % pasien stroke yang
datang ke RS dalam waktu kurang dari 24 jam (Asawavichienjinda dan
Boogrid, 1998). Mengapa pasien datang terlambat ke RS ? Banyak
penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar pasien dan keluarganya
tidak mengenali gejala stroke. Edukasi kepada masyarakat untuk mengenali
secara dini gejala stroke mutlak diperlukan.
3. Reperfusi dan Neuroproteksi
Gangguan
fungsi saraf akan terganggu bila aliran darah otak turun. Pada kasus
ini jaringan otak belum mati, namun mengalami gangguan fungsi. Bagian
ini disebut sebagai bagian iskemik pneumbra. Bila gangguan aliran darah
berkepanjangan dapat terjadi kematian jaringan saraf yang disebut
infark. Target terapi adalah menyelamatkan jaringan pneumbra.Tindakan
penyelamatan dilakukan dengan membuka sumbatan dengan obat thrombolitik.
Tindakan ini jarang sekali dilakukan di Indonesia karena persyaratan
yang sangat banyak. Salah satu syarat utama adalah pasien datang kurang
dari 6 jam setelah serangan stroke. Inilah yang disebut dengan konsep
“time is brain”. Tindakan lain adalah dengan neuroproteksi (melindungi
bagian otak). Hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat dan pencegahan
komplikasi stroke. Unit stroke yang multidisiplin dan perawatan yang
lebih terstruktur terbukti menurunkan angka kematian dan komplikasi
stroke.
4. Rehabilitasi
Salah
satu modalitas terapi yang utama untuk membantu pemulihan pasca stroke
adalah program rehabilitasi. Salah satu programm rehabilitasi yang
hampir selalu dilakukan adalah terapi fisik (fisioterapi). Fisioterapi
pada prinsipnya dilakukan sesegera mungkin (as soon as possible). Tentu
saja hal ini disesuaikan dengan kondisi pasien.
Pasien
stroke dengan gangguan bicara akan menjalani terapi wicara (speech
therapy). Terapi okupasi (occupational therapy) dilakukan untuk
memperbaiki fungsi kehidupan sehari-hari pasien (activities of daily
living), seperti mandi, makan, berganti baju, dan menyisir rambut.
5. Pencegahan stroke ulang
Serangan
stroke ulang umum dijumpai. Seangan stroke ulang pada umumnya lebih
berakibat fatal daripada serangan stroke yang pertama. Penelitian Xu,
dkk (2007) memperlihatkan bahwa serangan stroke ulang pada tahun
pertama dijumpai pada 11,2% kasus. Pengendalian fakror risiko yang
tidak baik merupakan penyebab utama munculnya serangan stroke ulang.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa serangan stroke ulang pada umumnya
dijumpai pada individu dengan hipertensi yang tidak terkendali dan
merokok.